Rabu, 23 Februari 2011

Melejitkan Kecerdasan Emosi dan Spritual

MELEJITKAN KECERDASAN EMOSI DAN SPRITUAL DALAM PEMBELAJARAN

Oleh : Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd

Kepala MTs GUPPI Biangloe Bantaeng


Manusia diciptakan sebagai makhluk mulia, dan terbaik (sebaik-baik ciptaan), dengan dibekali berbagai macam potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Namun terkadang, kita tidak sadar bahkan tidak tahu sama sekali apa potensi kita sebagai makhluk Allah. Sehingga terkadang kita sama saja seperti hewan, atau bahkan lebih hina. Kita terhina karena kita tidak mau belajar. Sekarang yuk sama-sama kita belajar...!!!

 Sebelum lebih jauh “berjalan”, YAKINKAN diri Anda bahwa Anda mempunyai kelebihan, punya potensi, dan bahkan sesuatu yang unik yang tidak dimiliki oleh orang lain. OK, Anda sudah meyakinkan diri Anda ?

Potensi pokok manusia ada 3, yaitu potensi akal pikiran, tubuh, dan hati. Ketiganya mempunyai tugas dan fungsi masing-masing, dan untuk bisa menjalankan fungsinya tersebut, ketiganya harus dipenuhi haknya. Akal diberi makan dengan mempelajari pengetahuan baru, membaca, berpikir, dan meningkatkan kualitas belajar. Hak untuk tubuh adalah istirahat, makan-minum, berolahraga, dan nutrisi yang seimbang. Sedangkan hati akan terpenuhi kebutuhannya dengan berdzikir (mengingat Allah), mendengarkan nasihat atau ceramah, shalat, membaca ayat-ayat suci, dan kegiatan lainya yang bisa mendekatkan diri dengan Pencipta kita.

Pemenuhan hak atas ketiga potensi pokok itu harus seimbang, tidak boleh over dosis pada salah satu potensi saja. Contoh pemenuhan kebutuhan yang berlebihan pada satu potensi saja adalah, akal: akan menjadi orang yang amat sangat rasional. Segala sesuatu yang tidak masuk akal, maka akan ditentangnya. Tubuh (Fisik): akan menjadi orang yang mengagung-agungkan penampilan fisik. Tubuh yang bagus, penampilan yang mentereng adalah segala-galanya. Tak peduli apakah otaknya berisi atau tidak, hatinya bersih atau kotor, yang penting penampilan OK. Sedang yang terakhir, adalah orang yang HANYA mengagungkan kondisi hati saja. Dia akan cenderung mengasingkan diri dari dunianya, bahkan benar-benar lupa akan dunia. Dia akan kehilangan kesadaran sosialnya sebagai anggota masyarakat, sehingga tidak peduli dengan konsisi di sekitarnya.

Prinsip keseimbangan (tawazun) sangat diperlukan dalam memperlakukan ketiga fungsi tadi. Ketika berlebihan dalam satu hal, maka akan terjadi sesuatu yang tidak beres dalam kehidupannya

Kenali Diri.....

Tak Kenal Maka Tak Sayang...., ungkapan itu sepertinya masih sangat relevan untuk bisa melejitkan potensi diri kita. Salah satu modal kita dalam menjalani kehidupan ini adalah dengan bermodalkan energi kasih sayang. Tetapi bagaimana mungkin kita bisa menyayangi diri kita, kalau kita tidak mengenal diri kita.

Pernahkah Anda merenungkan siapa sebenarnya diri Anda ? Apa kelemahan dan kekurangan Anda ? Bagaimana sikap hidup Anda? Pernahkan Anda juga berpikir, dari mana Anda, hendak kemana Anda, dan untuk apa Anda hidup di dunia ini ?

Mengenali diri bisa dari hal-hal yang kecil, baru kemudian bertahap kepada sesuatu yang sangat berpengaruh dalam kehidupan kita. Dalam kedudukan Anda sebagai siswa(i), mengenali diri bisa dimulai dari bagaimana kita belajar. Ketahuilah bagaimana Anda mengolah informasi atau yang biasa disebut sebagai Modalitas Belajar. Manusia dianugerahi 3 modalitas belajar yaitu Visual, Auditory, dan Kinestetik. Setiap orang mempunyai 3 potensi tersebut, namun biasanya mereka akan ada yang dominan. Orang yang dominan Visual, dia akan mudah belajar dengan menggunakan gambar, grafik, penggunaan warna, dan icon-icon yang menarik. Orang Auditory akan mudah belajar dengan mendengarkan, biasanya akan lebih asyik jika sambil mendengarkan musik, dan biasanya orang auditory akan membaca dengan keras-keras. Yang terakhir, adalah orang kinestetik. Orang kinestetik belajar dengan melakukan, menyentuh langsung, praktek, dan biasanya orang kinestetik itu tidak bisa duduk manis, dia akan selalu bergerak dan bergerak.

Kenali potensi yang selanjutnya adalah mengenali kecerdasan Anda. Howard Gardner membagi kecerdasan menjadi 8, yang biasa disebut dengan kecerdasan berganda, kecerdasan majemuk. Kedelapan kecerdasan itu adalah:

 Spasial-Visual (berpikir dengan citra dan dambar)

 Linguistik-Verbal (Berpikir dalam kata-kata)

 Interpersonal (berpikir lewat berkomunikasi dengan orang lain)

 Musikal-Ritmik (berpikir dalam irama dan melodi)

 Naturalis (berpikir dalam acuan alam)

 Badan-Kinestetik (berpikir melalui sensasi dan gerakan fisik)

 Intrapersonal (berpikir secara reflektif)

 Logis-Matematis (berpikir dengan penalaran)

Masih banyak alat (instrumen) dalam mengenali diri, Anda dapat membacanya di beberapa buku. Termasuk melalui teman-teman Anda. Ada beberapa trik dalam mengenali diri, seseorang dapat mengenali diri (lebih khusus ke evaluasi diri) dengan melaui empat tahapan:

1. Duduk bersama pada syaikh, ustadz, orang-orang bijak, yang akan menunjukkan aib-aib kita, memberikan tausiah (nasihat) dan taujih (pengarahan).

2. Mendatangi sahabat-sahabat yang shalih dan jujur agar mendapatkan pengetahuan agama yang lebih luas lagi.

3. Bacalah aib diri dari cercaan “musuh” pada diri kita.

4. Berinteraksi dengan setiap golongan manusia. Maka tatkala menyaksikan kejahatan yang ada dalam masyarakat, Jauhilah!

Berdayakan Diri....

Setelah Anda mengetahui, kelebihan dan kekurangan Anda, sekarang cobalah berdayakan kelebihan dan potensi Anda. Minimalkan kekurangan dan kelemahan Anda dengan terus memperbaiki diri (continuous improvement-istimrorul ihsan), terus dan terus belajar (Lifetime Learning), dan cobalah beberapa langkah berikut:

1. Lakukan Analisis SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)

2. Bangun Tekad dan Azam yang Kuat

3. Proaktif Memanfaatkan Momen Pembelajaran (tarbiyah)

4. Susun Jadwal Pembelajaran

5. Yakinkan Diri untuk Istiqomah

6. Efektif dan Efesien terhadap Waktu

7. Curahan Seluruh Kemampuan

8. Gunakan Setiap Kesempatan

9. Kreatif dan Inovatif

10. Dayagunakan Orang Lain

11. Berpikir di Luar Ruang (Out of Box Thingking)

12. Cermat dalam Memanfaatkan Peluang

13. Selalu Instropeksi ke Dalam

14. Hadiri Majelis Ilmiah dan Ruhiyah

15. Lingkungan Keluarga sebagai Laborat.

16. Jadikan Menulis Sebagai kebutuhan

Menyikapi Perubahan....

Perubahan akan dan terus terjadi. Jika kita tidak siap menghadapi perubahan, maka kita sendiri yang akan dilibas oleh perubahan. Ada beberapa sikap yang harus dimiliki dalam menyikapi perubahan, yaitu:

1. Kita harus menerima apapun situasi atau krisis yang melanda kita. Kita tidak perlu melawan perubahan tersebut. Pada kondisi seperti ini, yang terpenting adalah kita tahu cara mengendalikan stress.

2. Senantiasa berharap dan memiliki keyakinan kuat bahwa segala sesuatu ada waktunya. Badai Pasti Berlalu.....(kata Chrisye)

3. Fokus pada kekuatan dan peluang bukanya pada kelemahan atau musibah yang kita hadapi. Sikap ini menuntun kita untuk dapat mengatasi ek ketakutan dan bergerak keluar dari zona depresif menuju kearah yang kita inginkan.

4. Kita harus punya kemauan untuk belajar dari pengalaman mereka yang pernah mengalami krisis atau musibah.

5. Mengembangkan rasa syukur atas musibah yang kita alami.

6. Mengembangkan sikap aktif dalam mengambil bagian untuk mengatasi krisis dan mengendalikan perubahan yang terjadi.

Bagaimana Melejitkan Kecerdasan Spritual?????

Apa yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual (SQ) itu? Danah Zohar dan Ian Marshal mendefinisikan SQ sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau nilai. Yaitu kecerdasan perilaku dan kehidupan dalam konteks yang lebih luas dan kaya. SQ adalah kecerdasan untuk melihat bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain. SQ adalah pondasi yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita (Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ : Spiritual Intelligent, Bloombury, Great Britain).

Ramadhan, sebagaimana yang Allah sinyalir pada surat Al-Baqarah ayat 183 adalah tangga ampun menggapai takwa dan ridha Tuhannya. Maka, sungguh amat beruntung seseorang yang memasuki gerbang Ramadhan dengan lapang dada, berkat kerinduannya yang terpendam sekian lama. Kerinduan yang memuncak ini, akan membuatnya mengisi bulan ini dengan amal-amal saleh, yang akan mengantarkannya ke gerbang kekudusan Tuhannya. Baginya, puasa dianggap kesempatan terakhir untuk beramal, sebab bukan tidak mungkin di tahun mendatang dia dipanggil harus menghadap Tuhannya. Maka, sungguh merugilah seseorang yang memasuki bulan Ramadhan ini, namun tidak mendapat ampunan Allah kala keluar darinya.

Ramadhan akan melahirkan sosok manusia yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi. Orang yang berpuasa akan mampu menajamkan makna spiritualitasnya saat ia mampu menjadikan Ramadhan sebagai wilayah God Spot dengan nuansa Rabbani yang kental

Pendidikan yang Luar Biasa

Pada bulan Ramadhan, kita diajarkan untuk mengendalikan emosi kita secara matang. Ramadhan mengajarkan kita agar mampu menahan lapar dan haus serta menahan hawa nafsu seksual. Yang menurut Al-Ghazali, dalam buku master-piece-nya Ihya’ Ulumuddun, dianggap puasa kalangan “awam”. Ramadhan mengajarkan sesuatu pada bukan hanya menahan lapar dan haus serta dorongan nafsu seksual. Kita diajarkan untuk mengendalikan emosi kita.

Tak heran jika Rasulullah sering bersabda, bahwa sekian banyak manusia yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, karena dia tidak mampu menahan emosinya. Puasanya dia kotori dengan umpatan dan cacian, dengan kebohongan dan keculasan, dengan adu domba dan merendahkan sesama. Suatu saat Rasulullah bersabda, “Jika ada seseorang yang mencaci dan mengajakmu melakukan pertarungan, katakan padanya saya sedang puasa, saya sedang puasa.”

Sabda Rasulullah di atas mengandung makna bahwa seseorang yang berpuasa selama Ramadhan, hendaknya mampu menaklukkan emosinya, bahkan pada tingkatan dia dicaci maki. Satu pendidkan pengendalian emosi yang sangat luar biasa

Ramadhan akan menciptakan sebuah “ruang hangat” bahwa kita bukan hanya meningkatkan kadar kecerdasan emosional. Namun, pada saat yang bersamaan kita akan mampu menggenjot kecerdasan spiritual. Kita akan menjadi hamba yang merasa sangat membutuhkan Tuhan. Kita akan merasakan betapa keagungan Tuhan begitu besar.

Malam-malam kita akan bertaburan tasbih, tahmid, dan tahlil serta takbir yang menggema di dinding-dinding nurani kita. Mulut kita akan selalu basah dengan zikir dan tilawah Al-Quran. Muka kita akan tertunduk sujud di hadapan kebesaran Ar-Rahman.

Kita akan merakan kekerdilan kita di hadapan kebesaran-Nya. Kita berusaha mengadopsi akhlak-Nya dan meniru sifat-sifat-Nya. Agar kita menjadi demikian peka dan cerdas menyikapi hidup ini dan agar kita dengan jernih mampu memaknai kehidupan ini. Sebuah ladang amal untuk akhirat.

Ramadhan akan menyuguhkan pada kita sikap God-sentristik yang kemampuan untuk menjadikan semua urusan berpangkal dan berujung pada Tuhan. Karena Tuhanlah kita melakukan sesuatu dan untuk Tuhanlah kita lakukan sesuatu itu. Dengan sikap ini, akan mampu membingkai pikiran dan kalbu kita dengan keikhlasan serta kita mampu menguburkan rasa pamrih.

Dari jiwa kita akan lahir kerendahan hati dan terkubur rasa takabbur, congkah, dan pongah. Dari diri kita akan lahir rasa syukur dan terkubur sikap kufur. Dari jiwa kita akan lahir optimisme dan akan terkubur pesimisme. Akan lahir sikap adil dan akan terkubur sikap zhalim. Intinya, dengan kecerdasan spiritual yang kita bangun, kita akan menjadi kosmik kecil dari sifat-sifat Allah. SQ ini akan membuat kita senantiasa menyemburatkan nilai-niali rabbani.

Dengan Ramadhan, kita akan mampu menjernihkan dinding-dinding hati yang kotor dan untuk selanjutnya mampu melejitkan kecerdasan spiritual.

Bagaimana Melejitkan Kecerdasan Emosi???

Qana`ah tak sekadar sikap pasif menerima apa adanya, tapi ada proses evaluasi pembelajaran. Juga, berpotensi meningkatkan kecerdasan emosi. Moncong senapan yang sewaktu-waktu bisa memuntahkan timah panas tak sedikit pun membuat gentar Mahatma Gandhi. Tokoh pejuang kemerdekaan India itu tetap tenang dengan tangan kosong. Modalnya kesabaran, anti kekerasan. Bahkan hingga ia meregang nyawa, 30 Januari penghujung era 40-an.

Seseorang memberondongnya dengan peluru senapan. Dada pria yang hanya berbalut kain putih itu berlubang. Tubuhnya terkapar. Para pengikutnya panik, tapi dengan sergap menolong sang pemimpin yang sudah ambruk. Saat itu amarah mereka mungkin mendidih di ujun ubun-ubun. Tapi pesan pria yang bernama asli Mohandas Karamchand Gandhi ini meredam mereka. Di ujung usianya, pria berkepala plontos itu berpesan, agar orang-orang yang menolongnya mau membebaskan dan mengampuni sang penembak gelap.Gandhi dikenal sebagai pembela hak-hak warga India yang masih berada di bawah koloni Inggris. Pria kelahiran 2 Oktober 1869 itu adalah pelopor perjuangan swadesi, perjuangan berlandaskan spirit cinta dan kasih.

Prinsip perjuangan tanpa kekerasan yang ia gagas, berhasil meledakkan semangat perlawanan rakyat untuk memboikot industri-industri Inggris di India. Konsistensi perjuangan yang tanpa pamrih membuat rakyat Sungai Gangga patuh, lalu membangkang penjajah.

Gandhi bukanlah seorang sufi. Ia pemeluk Hindu yang punya prinsip anti kekerasan, tak mudah mengumbar amarah. Komitmen itu dalam agama Islam layaknya sikap seorang sufi. Amarah, rakus, dan takabur, adalah pantangan besar bagi seorang sufi. Rasulullah saw pernah berpesan, siapapun yang mempunyai tiga karakter berikut, maka Allah akan memelihara dan melindungi dengan rahmat-Nya, serta memasukkan dalam kecintaan-Nya. Apa itu? “Jika diberi ia bersyukur, jika mampu membalas ia memaafkan, dan jika marah ia bersikap tenang,” sabdanya seperti diriwayatkan al-Hakim.

Sufi besar dari Naisabur, Iran, Abul Qasim al-Qusyairi (986-l073 M), menyebut ciri-ciri orang dalam hadis tersebut sebagai karakter qana`ah. Begitu pula dalam firman Allah ayat 13 Surat al-Infithar: sesungguhnya orang yang berbakti itu pasti berada dalam surga yang penuh kenikmatan. “Kata kenikmatan yang dimaksud adalah qana`ah di dunia,” tegasnya dalam al-Risalah al-Qusyairiyah fi Ilm al-Tashawwuf, kitab al-Qusyairi dalam ilmu tasawuf. Apakah qana`ah itu, kok sampai diumpamakan sebagai al-na`îm, surga penuh kenikmatan.

Menerima apa adanya, itulah definisi umum qana`ah. Biasa juga dipahami sebagai sikap pasrah dengan kondisi yang dialami. Pasif, lembek, tak berdaya, dan mudah menyerah adalah persepsi kebanyakan orang terhadap karakter sifat ini. Pemaknaan qana`ah sejatinya tak sesederhana itu. Seorang sufi biasanya mempraktikkan sikap “menerima apa adanya” dengan dua cermin.

Yang Lalu Biarlah Berlalu

Pertama, orang yang qana`ah tak akan menyesali apapun yang telah terjadi. “Ambillah tiap kejadian itu untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pengertian,” firman Tuhan. Ayat kedua dalam surat al-Hasyr inilah yang dijadikan patokan para sufi dalam menyikapi peristiwa menyedihkan atau sebuah kesalahan yang telah berlalu. Nasi sudah menjadi bubur, yang lalu biarlah berlalu. Begitu kata pepatah.

Tidak menyesali bukan berarti tidak peduli. Kejadian yang tak diinginkan yang telah terjadi itu tak perlu ditangisi. Tapi, dievaluasi. Mengapa sampai terjadi? Apa penyebabnya? Bagaimana agar tak terjadi lagi? Itulah antara lain pertanyaan yang harus dipecahkan.

Untuk melatih sikap ini kepada muridnya, seorang guru sekolah dasar membawa segelas susu manis ke dalam kelas dan menaruhnya di atas meja. “Siapa yang doyan susu?” tanya guru itu.

“Saya… saya… saya Pak…,” suara itu terdengar sahut menyahut. “Kalau begitu, yang mau susu ambil sendiri ke depan.”

Anak-anak langsung berhamburan maju ke depan berebut segelas susu di meja pak guru. Dan… “Pyar…!” gelas itu pecah. Semuanya terdiam, bahkan ada yang menangis, gara-gara tak jadi kebagian susu kesukaannya itu.

Kejadian ini sengaja didesain guru tersebut untuk memberikan pelajaran kepada anak didiknya. Ia kemudian menjelaskan. Gelas yang pecah dan susu yang tumpah ke tanah tidak akan kembali lagi. Semua telah terjadi. Karena itu, tidak perlu ditangisi dan disesali. Guru tersebut lalu memancing dengan pertanyaan: mengapa susu tadi bisa tumpah? Apakah penyebabnya? Bagaimana agar tidak terjadi lagi?

Setelah itu, anak-anak mengerti dan dapat menyimpulkan.

Lain kali kalau mau mengambil sesuatu mereka mesti hati-hati dan tak berebut. Harus bersabar dan bergiliran. Qana`ah, dalam kasus ini, berarti tak hanya menerima kenyataan secara pasif, tapi ada proses evaluasi sebagai pembelajaran yang berharga.

Amarah Membawa Petaka

Kedua, orang yang qana`ah tak terbesit sedikit pun niat balas dendam. Amarah timbul karena perasaan ‘tidak puas’ dan ‘tidak terima’, lalu berubah menjadi dendam membara. Dendam tak akan menyelesaikan masalah, justru akan menambah masalah baru. “Siapapun yang mampu menahan amarah, Allah akan menahan siksa kepadanya, dan siapapun yang mampu menjaga lisannya, Allah akan menutupi kekurangannya,” tegas Nabi seperti diriwayatkan Thabrani.Ihwal ini, orang-orang sufi juga meneladani kisah dalam riwayat al-Turmudzi. Ada seorang lelaki datang menghadap Nabi saw. Ia bertanya, ya Rasulullah pelayanku telah berbuat kesalahan kepadaku, apakah boleh saya memukulnya? “Maafkanlah dia sehari semalam tujuh puluh kali,” jawab Nabi.

Hadis ini menandaskan, amarah itu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Harus ada kontrol. Orang yang tak bisa menahan amarah biasanya lepas kontrol dan berujung petaka. Jadi, meredakan amarah dengan memaafkan bukan berarti membiarkan kesalahan, tapi berstrategi lebih matang menghindar dari petaka.

Ilmu kedokteran juga memandang, amarah justru membawa petaka bagi kesehatan.

Gara-gara amarah yang tak terkontrol, tubuh manusia akan kehilangan energi. Lesu, gugup, letih, dan kesal adalah efek negatif yang ditimbulkan amarah. Peredaran darah berjalan cepat, denyut jantung pun bertambah cepat. Akibatnya jantung menjadi lemah.Selain alasan medis, orang yang bersikap qana`ah lebih hati-hati dalam berfikir dan lebih matang dalam berstrategi. Ini tercermin dalam kisah Umar dan Yusuf, sebut saja begitu.

Mereka dua sahabat karib. Saat usia remaja, Umar jatuh cinta pada Aminah. Begitupun Yusuf. Laki-laku itu juga menaruh hati pada dara yang jadi bunga desa di kampungnya itu. Lantaran adanya persaingan kedua perjaka ini persahabatan mereka agak berjarak. Singkat cerita, sang dara yang jadi rebutan lebih memilih Yusuf sebagai teman hidup.Ini pukulan berat buat Umar. Ia naik pitam. Ingin sekali ia meninju muka yang dulu jadi sahabatnya sejak kecil itu. Untung ia mengurungkan niat. Ia tak meneruskan hasrat yang menjurus ke arah dendam kesumat itu. Haluan hidupnya diputar seratus delapan puluh derajat. Ia rela melepas Aminah.

Umar bertekad memacu dirinya dengan berbagai keahlian dan kemampuan. Ia kembali melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hingga akhirnya ia menjadi seorang doktor. Tidak hanya itu tentunya, teman hidup pun ia peroleh melebihi segala-galanya jika dibanding Aminah.

Dua cermin di atas, tidak dendam dan tidak menyesal, merupakan ciri khas seorang sufi yang qana`ah, seperti digambarkan ulama dari Universitas Azhar Mesir Muhammad Al-Ghazali Al-Saqa dalam Jaddid Hayâtak, perbaruilah kehidupanmu. “Jika tamak adalah kezaliman, maka qana`ah adalah sebuah kemuliaan,” tegas ulama yang wafat tanggal 9 Maret 1996 itu.

Melatih Kecerdasan Emosi

Qana`ah dalam lelakon sufi menduduki tempat yang begitu mendasar. Saking pentingnya Nabi pernah mengatakan, “Qana`ah itu laksana harta yang tak pernah sirna,” katanya dalam riwayat Thabrani. Salah seorang sufi pernah ditanya, Siapakah orang yang paling qana`ah di antara umat manusia? Ia menjawab, yaitu orang yang paling berguna bagi umat manusia dan tidak rakus.

Abu Yazid al-Bistami juga pernah di tanya seseorang, “Bagaimana anda bisa sampai pada kedudukan sekarang ini? “Aku mengumpulkan harta kekayaan dan mengikatnya dengan tali qana`ah. Lalu aku menempatkannya dalam ketepil keikhlasan, dan setelah itu aku lontarkan ke samudera yang berlimpah maaf dan kasih sayang,” jawabnya. Berarti, putus asa dan dendam jelas-jelas sirna dalam diri seseorang yang mampu bersikap qana`ah. Bisa juga dikatakan, qana`ah adalah menghadapi emosi dengan “kepala dingin”. Jika dikaji lebih dalam, menurut ilmu psikologi, ekspresi seperti marah, sebal, frustasi, cemburu, iri hati, sedih, gembira, sayang adalah macam-macam emosi.

Mengenali dan mampu mengendalikan emosi, adalah salah satu ciri manusia dewasa dan berkepribadian matang. Anak-anak belum punya kecakapan ini. Karena itu, wajar saja jika ada anak yang menunjukkan emosinya dengan meletup-letup, seperti menangis meraung-raung di tengah keramaian jika keinginannya tak terpenuhi.Menurut Peter Salovey dan John Mayer, psikolog dari Universitas Harvard dan New Hampshire di AS, kemampuan mengenali dan mengendalikan emosi itulah yang dinamakan kecerdasan emosi atau emotional intelligence (EI).

Jadi, orang dewasa yang tidak dapat mengenali dan mengendalikan emosinya sendiri adalah orang-orang dengan

EI Rendah

Untuk pemetaan lebih jelas, ada lima wilayah kecerdasan emosi, yaitu: (1) mengenali emosi sendiri, (2) mampu mengelola emosi itu sesuai situasi dan kondisi, (3) bisa memotivasi diri dengan emosinya, (4) bisa mengenali emosi orang lain, dan (5) mampu membina hubungan baik dengan orang lain.Emosi adalah sesuatu yang liar dalam diri manusia, karena itu harus dikendalikan. Pengendalian emosi dalam konteks ini bukan berarti menekan bahkan menghilangkan emosi, tapi bagaimana memenej emosi dengan baik. Caranya yaitu, Pertama, dengan belajar menghadapi sesuatu dengan pertimbangan matang. Setiap kejadian harus dipikirkan plus minusnya. Jangan sekali-kali bertindak dengan asal-asalan tanpa landasan yang kokoh. Kedua, memberikan respons terhadap situasi yang dihadapi dengan pikiran maupun emosi yang proporsional. Emosi itu harus sesuai dengan situasi dan diekspesikan dengan cara yang dapat diterima lingkungan sosial. Jangan seenaknya sendiri. Kegagalan pengendalian emosi biasanya terjadi karena kita kurang mau bersusah payah menimbang sesuatu dengan “kepala dingin”.

Minggu, 20 Februari 2011

TEHNIK OPERASI TI DALAM PEMBELAJARAN

TEHNIK OPERASI TI DALAM PEMBELAJARAN

Oleh : Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd

Kepala MTs GUPPI Biangloe Bantaeng



Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu:

(1) dari pelatihan ke penampilan,

(2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja,

(3) dari kertas ke “on line” atau saluran,

(4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja,

(5) dari waktu siklus ke waktu nyata.

Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut.

Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet.

Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu:

1) e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,

2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar,

3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional.

Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.

Mengenai Saya

Foto saya
Bantaeng, Sulawesi Selatan, Indonesia
Kepala SMP Islam Terpadu DII Dongkokang Kabupaten Bantaeng

Pengikut